Saturday, September 13, 2025

Mimpi Besar Indonesia Menjadi AI Hub Asia Pasifik: Jangan Gagal Karena Regulasi yang Tak Siap

 




Indonesia punya peluang emas. Di tengah pergeseran ekonomi global ke arah digitalisasi dan kecerdasan buatan (AI), kita sedang berdiri di depan gerbang sejarah: menjadi pusat pertumbuhan AI dan infrastruktur digital di Asia Pasifik. Tapi peluang sebesar ini bisa hilang dalam diam jika regulasi kita tidak berubah arah—dari menghambat, menjadi mengundang.

Sebagai Ketua Umum IDPRO, saya merasa perlu angkat suara. Karena yang kita perjuangkan hari ini bukan hanya insentif fiskal untuk industri data center, tapi arah masa depan ekonomi digital Indonesia.


Data Center: Pelabuhan Digital untuk AI dan Ekonomi Masa Depan

Data center hari ini adalah pelabuhan dan jalan tol ekonomi digital. Ia bukan sekadar gudang server. Tanpa infrastruktur ini, semua layanan berbasis cloud, AI, transaksi perbankan, e-commerce, dan bahkan smart city seperti IKN—akan berjalan dengan kaki, bukan mesin.

Setiap 1 MW kapasitas data center menciptakan ratusan pekerjaan langsung dan tidak langsung. Ekosistemnya hidup: dari konstruksi, logistik, hingga pengembangan talenta digital. Lebih dari itu, data center adalah tulang punggung bagi AI workloads: dari pelatihan model, deployment, hingga inferensi model generatif dan LLM (Large Language Model).


Tapi Kenapa Investor Masih Ragu?

Jawabannya sederhana: regulasi kita belum berpihak.

Saat negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand menawarkan tax holiday 10–15 tahun, tarif listrik di bawah USD 0.07/kWh, dan perizinan ekspres—Indonesia justru belum punya kerangka insentif yang kompetitif.

Akibatnya?

Investor AI global dan hyperscale cloud lebih memilih relokasi ke luar negeri. Padahal, dengan insentif yang tepat, satu data center 100 MW saja bisa:

  • Menyumbang Rp 8–12 triliun penerimaan negara dalam 5 tahun

  • Memberikan pendapatan berulang Rp 1,7 triliun/tahun untuk PLN

  • Mendorong pertumbuhan ekosistem cloud, startup AI, fintech, edutech

  • Membuka akses infrastruktur untuk pengembangan Super AI nasional

  • Mempercepat digitalisasi sektor publik, dari BPJS hingga sistem pajak


Insentif Bukan Beban, Tapi Investasi Masa Depan

Kita perlu mengubah paradigma. Insentif bukan berarti kehilangan penerimaan negara. Justru sebaliknya, insentif adalah katalis pertumbuhan ekonomi digital.

Apakah PLN akan kehilangan pendapatan jika diberi tarif industri? Tidak. Karena tanpa insentif, tidak ada penjualan listrik sama sekali.

Simulasinya jelas: dengan tarif industri (USD 0.075/kWh), memang ada penurunan pendapatan bruto PLN sebesar Rp 420 miliar per tahun. Tapi itu adalah revenue yang tidak pernah ada jika data center tidak dibangun.

Lebih jauh lagi, PLN justru akan mendapat pelanggan strategis baru di sektor digital, memperluas bauran energi baru terbarukan (EBT) lewat skema Green PPA, dan membuka potensi ekspansi bisnis energi hijau.


Kalau Kita Tidak Bergerak, Kita Akan Tertinggal

Negara lain sedang berlari. Kita tidak bisa selamanya duduk dalam rapat koordinasi tanpa keputusan.

Tanpa insentif:

  • Kita kehilangan Rp 8–12 triliun penerimaan fiskal

  • PLN kehilangan potensi pendapatan triliunan rupiah

  • Kita gagal membangun ekosistem AI lokal

  • Anak-anak muda Indonesia akan jadi penonton, bukan pemain, dalam revolusi AI


Apa yang Bisa Dilakukan?

IDPRO mengusulkan beberapa solusi strategis yang fiskal-netral, terukur, dan bersyarat:

  1. Tarif listrik industri khusus untuk data center

    • Di kisaran USD 0.07–0.08/kWh

    • Diikat dengan syarat green energy dan pelatihan SDM lokal

  2. Insentif bertingkat berbasis kinerja

    • Tax allowance untuk investasi GPU cluster

    • Pembebasan bea masuk untuk AI servers

  3. Insentif fiskal “ditunda” dan dibayar dari downstream

    • Tidak perlu subsidi langsung

    • Dibayar kembali dari pajak digital cloud & AI

  4. Kewajiban transfer teknologi dan penyediaan cloud nasional


Indonesia Harus Berani Ambil Posisi

Visi Indonesia untuk menjadi kekuatan AI di Asia Tenggara tidak bisa dibangun di atas niat baik saja. Ia butuh keberanian fiskal. Ia butuh insentif yang jelas, adil, dan strategis.

Sebagai Ketua IDPRO, saya mendorong Kementerian Keuangan dan stakeholder terkait untuk melihat bahwa pemberian insentif untuk industri data center bukan pengeluaran, tapi investasi—yang akan menghasilkan return dalam bentuk:

✅ Ekspansi tax base
✅ Penciptaan lapangan kerja digital
✅ Akses AI nasional yang berdaulat
✅ Efisiensi layanan publik
✅ Pertumbuhan PDB digital yang berkelanjutan


Pilihannya Jelas

Kita bisa menjadi produsen AI atau selamanya menjadi konsumen teknologi asing.

Kita bisa membangun pabrik AI di dalam negeri, atau membiarkan mereka berdiri di negara tetangga.

Kita bisa menjadikan insentif sebagai alat kedaulatan digital, atau kehilangan peluang sekali seumur hidup ini.

Saya percaya, dengan regulasi yang berpihak dan visi jangka panjang, Indonesia tidak hanya bisa jadi AI hub Asia Pasifik—tapi juga simbol kemajuan digital yang inklusif dan berdaulat.

Hendra Suryakusuma
Ketua Umum IDPRO


No comments: